Minggu, 12 Juni 2016

Cinta Pertamaku (Part 1)



"Cinta Pertamaku"

By:Janice Kelila Nethanie
Part 1

Pagi ini cuaca sangat cerah, udara yang masih terasa sangat sejuk, sang mentaripun mulai menampakkan cahayanya, burung-burung saling berkicau satu sama lain seolah ikut senang akan pagi ini. Akupun terbangun dari tidurku, dan bersiap untuk pergi kesekolah.

Jam dinding menunjukkan pukul 6 tepat, aku langsung bersiap-siap agar tak terlambat nantinya, aku merapikan tempat tidurku, kemudian bergegas mandi, setelah itu, kupakai seragam kebangganku ini, dan juga kurapikan rambutku.

“tok..tok..tok..., Mitha....kamu sudah siap belum? Papamu menunggu didepan”. Suara yang lembut terdengar dari balik pintu kamarku, ya benar itu suara Mamaku, “Iya mah, tunggu sebentar, lima menit lagi pasti selesai,” jawab ku sambil mengikat rambutku. “Jangan lama-lama loh Mit, kasian Papamu nanti dia telat, coba lihat sudah jam berapa ini,” jawab mamaku. “Iya mah, sabar dulu dong,” jawabku dengan santai. “Iya-iya, ayo cepetan” jawab mamaku lagi, “Nanti kalau telat gimana? Siapa yang dihukum? Memang kamu lagi ngapain sih dikamar, lama banget?” tambahnya. “Tunggu sebentar mah, iya-iya sebentar lagi aku keluar, ini loh rambutku belum diikat,” jawabku. “Dipercepat lagi Mit, kamu belum sarapan kan?’’ tanya mamaku, “gak usah sarapan deh mah, nanti aku makan dikantin aja,” jawabku. “Halah makan dikantin, memang kamu tau makanan kantin itu sehat atau tidaknya? Udah, udah, pokoknya cepetan kamu siap-siapnya, mama tunggu dimeja makan,” jawab mamaku dengan nada agak kesal.

Setelah beberapa menit berlalu, aku keluar dari kamarku menuju meja makan untuk sarapan bersama, “Duh Mitha, lama sekali kamu, papa udah hampir telat tau,” tegur papaku. “Iya pah, maaffin Mitha, tadi Mitha harus kuncir rambut dulu, rambut Mitha kusut tadi,” jawabku dengan parasaan menyesal. “Hmmmm... ya sudahlah, cepet kamu makan, setelah itu kita berangkat,” jawab papaku dengan lembut. Dan akupun menuruti perkataannya, dan setelah kami sarapan, aku dan papa berangkat.

“Mah, Papa berangkat yah,” ucap papaku, “Iya pah, hati-hati yah” jawab mama dengan wajah tersenyum, ku juga berpamitan sama mama “Mah, Mitha juga yah,” ucapku sambil mencium tangan mama, “Iya, belajar yang bener yah kamu, jangan main-main, pulang sekolah harus langsung pulang jangan main kamana-mana dulu, apalagi kalo sampai nggak bilang-bilang mama dulu,” mama menasihatiku. “Iya mah” jawabku.

Aku dan papa segera berangkat memakai mobil, “Dah mama.......” ucapku sambil melambaikan tangan kearah mama, dan mama membalas dengan lambaian tangannya juga.

Tak terasa kami telah sampai disekolah, kulihat banyak teman-temanku yang telah datang, “Tuh kan Mit, apa papa bilang, kita udah hampir telat,” kata papa didalam mobil “Iya pah, Mitha kan udah minta maaf” jawabku “iya nak, gapapa kok, udah sana masuk” jawab papaku sambil mengusap rambutku. “Dah papa, hati-hati yah pah...” jawabku sambil keluar dari mobil, papa pun membalasnya dengan senyuman khasnya itu, dan ia pun pergi kekantor.

Oh iya, nama ku Mitha Thalia, tapi aku sering dipanggil Mitha, aku adalah anak satu-satunya tak punya kaka dan akupun tak punya adik, oleh karena itu mama dan papa selalu bersikap lembut padaku, mereka bilang sih, karena aku anak satu-satunya, jadi kasih sayang mereka diberikan seluruhnya kepadaku saja.

Aku duduk di kelas 1 SMK, yah aku masih remaja yang berumur 16 tahun. Aku sekolah di SMK CIPTA CEMERLANG yang berada agak jauh dari rumahku. Aku punya dua orang sahabat, hah 2? Nggak juga sih, temen ku banyak, yah lumayanlah, tapi aku lebih nyaman sama mereka berdua, namanya Dina dan Fey. Dina itu anaknya baik sih walau sering bikin kesel sih, kalo aku lagi curhat, dia malah asyik mainin gadget nya, tapi kalau dia yang curhat, aku harus dengerin dia, huh nggak adil banget kan, tapi jangan salah, meski begitu untuk masalah kesetiaan pada sahabat, gak usah diragukan lagi deh, begitupun dengan Fey, dia adalah gadis cantik berkacamata, eh cantik? Cantikan aku lah dari dia, hahahahaha bercanda kok, oke kembali lagi ke Fey, dia anaknya rajin banget baca buku, sampe-sampe semua anak julukin dia kutu kebo, eh kutu buku maksudnya, duh nggak lucu yah??, aku tau kok emang nggak lucu, oke oke sekarang serius aku mau ceritain tentang Fey ke kalian, Fey itu anak paling pinter dikelasku, dia sering ikut lomba mewakili sekolah ku, dan ia selalu pulang membawa beberapa penghargaan, hebat kan? Iya dong temennya aku gitu loh.

Eh jangan salah paham dulu yah, aku juga pernah ikut lomba kok, walaupun nggak mewakili sekolah, (pasti ada beberapa dari pembaca ini yang mau tau apa lombaku kan??) okelah kalau kalian memaksa, aku tuh pernah lomba makan kerupuk, dan aku juara satu, keren kan??? Iya dong, aku gitu loh (nggak usah ketawa -_-). Udah ah, jangan buka-buka aib ku deh, malu tau.

Papaku adalah seorang pengusaha, usaha hasil rintisannya, karena kegigihannya papa bisa menjadi sukses seperti ini, papa punya beberapa hotel bintang lima dibeberapa wilayah, (eits bukannya pamer yah), sedangkan mama adalah seorang ibu rumah tangga, terkadang sih mama juga bantuin papa mengelola usaha ini bersama, kalau liat mama sama papa lagi kerja bareng, yah aku sih cuma bisa liatin mereka aja sendirian, yah abisnya gimana mau bantuin tapi aku kan nggak ngerti, mau ngobrol juga sama siapa? Masa aku harus ngobrol sama tembok sih?? Kan nggak lucu.

Hari ini disekolahku ada praktek bermain gitar, wah aku sih senang sekali kalau ada praktek seni, apalagi gitar, semua murid datang kesekolah dengan membawa gitarnya masing-masing, aku salah satu murid yang lumayan pandai bermain gitar dikelas itu, ya memang, setiap harinya aku mengisi kesepianku dengan bermain gitar sambil menyanyi. Namun hal ini berbeda sekali dengan kedua sahabatku Dina dan Fey, mereka sama sekali tak bisa main gitar, tenanglah guys aku bisa ajarin kalian kok, hehehehehe.

Kriiiiinngggg!!!!!..... bel tanda masuk berbunyi, sontak semua murid segera memasuki ruang kelasnya masing-masing, dan gurupun masuk. “Duh Mit, gimana nih, gurunya udah masuk lagih, dan sampai sekarang aku belum juga bisa main gitar” ujar Dina mengeluh “Ah, apa bedanya denganku? Jangankan bermain, kuncinya saja aku tak hafal,” sahut Fey. “tenang dong, nanti aku ajarin,” jawabku dengan niat ingin menenangkan mereka. “Gimana mau tenang Mit?, kamu sih enak bisa main gitar, kita bagaimana? Kita nggak bisa main gitar” jawab Dina. “yah, habisnya kalian harusnya belajar dong, gini deh, aku yakin kok gak semua anak praktek hari ini, nanti sepulang sekolah kita belajar gitar gimna? Mau nggak?’’ ajakku “Kamu yakin, gak semua anak praktek hari ini?” tanya Dina tak percaya “Iya Din, kamu bayangin aja dari sekian banyaknya anak kelas kita pasti Cuma 5 orang aja yang praktek hari ini, kan mereka sambil nyanyi, iya kan?? Jawabku meyakinkan mereka “Iya juga sih Din, iya deh tapi dimana belajarnya??” sahut Fey “Dirumahku aja gimana?” usulku “oke deh, bener yah Mit, please ajarin kita” kata Dina “Iya Din, aku ajarin kok,” jawabku dengan senyumku yang manis ini.

“Selamat pagi anak-anak”, itu suara guru seni ku, dan ternyata dugaanku memang benar itu memang dia, “hari ini kita praktek gitar yah, siapa yang berani maju pertama?” tanya Guru seniku dengan wajah yang menantang. Semua anak tertunduk, menandakan memang tak ada yang ingin maju, namun tiba-tiba, “Mitha,” panggilnya, aku terkejut dengan wajah yang tak enak sekali dipandang, “Iya kamu Mit, ayo maju,” jawab Guru seniku itu. Dan akupun maju dan memainkan gitarku, dan aku bernyanyi lagu yang liriknya seperti ini “mimpi, adalah kunci, untuk kita menaklukan dunia berlarilah tanpa lelah, sampai engkau meraihnya, laskar pelangi, takkan terikat waktuuuuu.... bebaskan mimpimu di angkasa, warnai bintang di jiwa... menarilah dan terus tertawa,walau dunia tak se-indah surga bersyukurlah pada yang Kuasa, cinta kita di dunia... selamanya.....” ya benar itu lagu laskar pelangi by Nidji.
Mendengar itu semua penduduk kelas bertepuk tangan, aku melihat keseluruh kelas, mereka semua bertepuk tangan, kecuali keempat anak itu. Iya, empat anak, mereka adalah Rina, Chelsea, Niki, dan Jasmine. Mereka adalah anak dari keluarga mampu, orangtua mereka juga sama seperti orangtua ku yang menjadi pengusaha. Mereka memang selalu tak senang dengan kebahagiaan yang kami dapat, mereka adalah haters kami,

Bersambung.........